Does Love Need A Reason?
Terus terang, agak bingung jawabnya. Kalo nggak ada alasannya, ntar dikira sok idealis, day-dreamer lah atau malah utopis ? Dweeh…
Tapi, kalau ada alasannya, gimana kalo alasan itu hilang. Apakah
hilangnya alasan untuk mencintai juga berarti juga hilangnya cinta ?
Berdasarkan pengalaman, hampir semua mantan pacar dulu selalu nanya :
“Kenapa suka aku ?” (dengan pandangan menyelidik , seolah memastikan semua gestures akan mendukung jawaban)
Atau pertanyaan derivative-nya yang lebih tricky lagi :
Kenapa milih aku, bukan yang yang lain ? (“Syukur milih kamu”, dalam hati saja” )
Kenapa seh, kalo dibilang nggak tau alasannya, (hampir) selalu (kebanyakan) perempuan seolah nggak terima.
Sepertinya, lebih banyak perempuan yang menganut teori bahwa cinta harus beralasan. Benarkah ?
Padahal, nggak menemukan alasannya bukan berarti tidak merasakannya.
Ini masalah rasa, Jeung. Sulit ngukurnya, susah ngungkapinnya. Mungkin Sapir–Whorf hypothesis bener, suatu kata akan mempengaruhi pemikiran pengucapnya. Duh,
agak susah membayangkan maksud yang diinginkan akan terepresentasikan
secara sempurna melalui bahasa. Distorsi pemahaman akan selalu terjadi
diantara komunitas pembicaranya. Kata manis, misalnya. Terlalu sederhana untuk mengungkapkan perbedaan rasa Wall’s Conello dan bibir seseorang. Hee, simplikasi? Biarin….
This kind of conservation seringkali juga menghasilkan snowball effect.
“Apa buktinya ?” (Bah, bukti pula…)
Terus, kami harus gimana ?
Terjun dari lantai 5 ?
Menabrakkan diri ke pohon ?
Lari telanjang ?
Konyol.
But, anehnya lagi, (sebagian?) perempuan juga nggak bisa terima dengan jawaban standar atas alasan cinta.
“Cause you’re beautiful…”
“Cause your voice is sweet…”
“Cause of your smile…”
Jangankan di pihak perempuan, para laki-laki yang ngomong juga sebenarnya ngrasa agak shallow. Tapi, yah…gimana lagi, daripada nggak ngomong hayooo….
Lanjut. Ada juga seh pilihan yang kesannya sedikit lebih whole-heartedly :
“Cause you are thoughtful…”
“Cause you are different…”
And the lady, again, was not satisfied with the answer, at all.
So, does love need a reason ?
Let the decision be yours…
www.lovesomatic[dot]orgy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar