Kamis, 29 Maret 2012

Ternyata,,,

”Anak adalah mata air yang tak berbingkai, yang akan mengaliri tanah air yang subur ini, Berikan dia pendidikan yang menyertai hati, penuh cinta dan kasih sayang…”.

Sungguh suatu kerugian besar yang dialami manusia di zaman modern ini karena ketidakmampuan-nya mengguna-kan potensi besar yang diberikan oleh Sang Pencipta.
Apakah potensi besar itu ?
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa manusia terbagi dalam tiga komponen besar dari penciptaannya yaitu: fisik (Tubuh), Pemikiran (Otak), dan HATI (jiwa), yang bersemayam di jantung. Ketiga komponen besar tersebut yang paling memiliki potensi yang kuat bahkan dahsyat adalah bagian komponen HATI dimana komponen tersebut dapat mengakses otak bawah sadar manusia, serta dapat mengakses alam bawah sadar dan dapat menjadi sarana komunikasi dengan Sang Penciptanya.

Terkadang orang tua murid memperlakukan anak mereka seperti mesin robot dengan membebani segala macam pengetahuan dan kemampuan seperti; les matematika, les bahasa inggris, les piano, les IPA, kegiatan-kegiatan extra kokurikuler dan sebagainya, sehingga anak tersebut lupa akan potensi dirinya, mereka hanya menganggap OTAK (intelektual) sebagai satu-satunya alat peningkatan kemampuan dan kemapanan dirinya, suatu perlakuan yang secara tidak sadar telah mengebiri potensi yang ada dalam seorang anak manusia.

Orang tua sekarang yang merasa anak mereka tidak berguna alias bodoh manakala anak mereka memiliki nilai yang rendah dibidang matematika atau sains, dan mereka gelisah manakala anaknya belum bisa membaca-menulis diusia taman kanak-kanak. Padahal negara maju seperti Denmark mengajarkan baca-tulis-hitung diusia kelas 2 Sekolah Dasar (SD) dan tidak mengalami masalah dalam pembelajaran baca-tulis-hitung, malah bisa menciptakan generasi yang kreatif. Tengok pula negara maju seperti Jepang yang diusia SD hanya memberikan materi pelajaran yang mudah (basic), tetapi jangan lupa mereka memfokuskan pengembangan OTAK KANAN (yang kemampuannya 90% dari seluruh kemampuan otak manusia), di otak kanan itu pula yang dapat menerima hal-hal yang berbau spiritual, emosional, intuisi, firasat, kebahagiaan, empati, termasuk alam bawah sadar. 
 
Kisah 1. Seorang anak lelaki, 13 tahun, sangat lamban belajar. Baru hafal abjad pada usia sepuluh tahun. Bisa baca dengan baik setahun kemudian, mengalami kesulitan dalam motorik halus dan sukar menulis. Walaupun mengalami kekurangan dalam hal intelektual akan tetapi orang tuanya senantiasa menghadapi dan mengajari anaknya dengan CINTA dan kasih sayang.(tahukah anda bahwa beberapa puluh tahun kemudian anak lelaki itu menjadi Presiden pertama Amerika Serikat yaitu GEORGE WASHINTON).
Kisah 2. Seorang anak lelaki, 16 tahun, harus meninggalkan sekolah selama enam bulan atas perintah dokter karena mengalami nervous breakdown. Ia sangat tidak disukai murid maupun guru, terutama karena perilakunya yang aneh, perkembangannya terlambat untuk berbicara dan berjalan. Orang tuanya cemas tetapi yakin anaknya tidak mengalami kelainan tapi hanya keunikan . Anak itu hidup dengan dunia sendiri. Ia menciptakan agama sendiri, menggubah dan menyanyikan himne sendiri, dan jarang bercakap-cakap dengan orang lain. (anak laki-laki yang dilabeli sebagai anak”dungu” kelak menjadi ilmuwan besar penemu teori Relativitas dia lah bernama: ALBERT EINSTEIN).
Kisah 3. Seorang anak lelaki, 6 tahun, Kelahirannya sulit dan kepalanya sangat besar. Sewaktu kecil ia pernah sakit parah, yang disebut orang tuanya ”demam otak”, di sekolah anak ini mengisolasi diri, sering tampak disorientasi, dan tidak rukun dengan teman-temannya yang lain, ia lebih suka menyendiri. Orang tuanya mengalami keguguran 3 kali sehingga sangat memproteksi kehadiran anak laki-lakinya itu. Ia sangat marah saat guru dan kepala sekolah mengatakan bahwa anaknya mengalami gangguan jiwa. Ia kemudian mengeluarkan anaknya dari sekolah kemudian mengajari anaknya sendiri di rumah dengan CINTA dan kasih sayang. (anak laki-laki tersebut yang penyakitan dan ditolak oleh sekolah adalah THOMAS ALFA EDISON si penemu listrik dan tidak pernah menyelesaikan SD-nya).
Kisah lain. Diceritakan dalam buku ANAK-ANAK YANG DIGEGAS yaitu seorang jenius bidang matematika dari Malaysia bernama SY* diberi beasiswa selama 10 tahun oleh kerajaan Malaysia dalam program NEP karena ia mampu memasuki Oxford University di usia 13 tahun, selain jenius dibidang matematika ia pun juga berbakat dalam bidang olahraga dan merupakan pemain tenis handal dengan peringkat ke delapan. Akan tetapi saat berusia 15 tahun ia melarikan diri dari asrama mahasiswanya di Oxford, dan sempat dicari oleh polisi karena dicurigai diculik untuk mencuri rahasia kejeniusannya. Tapi apa yang terjadi kemudian sijenius tersebut dapat dilihat di dunia maya sebagai bintang porno.

Pelajaran yang dapat dipetik dari kisah tersebut ?

Pertama :
Bahwa kecerdasan intelektual tidak menjadi jaminan kesuksesan seseorang.
Kedua :
Dengan CINTA dan Kasih sayang dapat menciptakan manusia-manusia cerdas seperti kisah di atas
Ketiga :
Dengan hanya mengandalkan kecerdasan intelektual (otak kiri) dapat menjerumuskan seorang manusia jenius menjadi seperti seekor binatang.
Keempat :
Dengan fakta di atas apakah masih kita mau mempertahankan ”fokus pada kecerdasan intelektual ?”.
Tidakkah tergerak hati kita untuk mencoba menyelami kemampuan OTAK KANAN KITA ?
Tidakkah kita tertarik untuk menjadikan pelajaran di atas untuk membangun bangsa ini kedepan.
Semoga tulisan ini dapat mengetuk HATI kita untuk mau menyelami rahasia potensi OTAK KANAN kita yang diberikan oleh Sang Pencipta sebagai kesempurnaan penciptaan-Nya.

Setelah  membaca ini saya jadi sadar bahwa tidak ada anak yang terlahir bodoh….karena semua ada ditangan orang tua masing-masing. Semoga kita bisa menjadi orang tua yang menyadari potensi  yang dimiliki oleh anak kita.

Me! Notes:
Di dalam dunia pendidikan pun, terkadang kemampuan anak hanya di lihat dari kemampuan nya berdasarkan nilai-nilai pelajaran nya. Kesulitan yang terkadang dihadapi yaitu apabila ada anak-anak yang memiliki kemampuan yang kurang dibandingkan teman-teman nya. Cara menghadapi mereka dengan pendekatan yang lembut tanpa menggegas anak, terkadang dianggap sebagai cara yang tidak efektif untuk mendidik anak tersebut.

Saya tersadar bahwa harus lebih banyak belajar lagi dalam menghadapi anak-anak, calon penerus bangsa ini. Mungkinkah perubahan besar yang terjadi sekarang ini terhadap mereka, merupakan salah satu dampak dari salah nya persepsi dalam mendidik dan mengerti mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar