Syukur selalu terkait dengan penerimaan nikmat. Seseorang yang
menerima nikmat pantas dan seharusnya bersyukur. Lalu Bagaimana Dia Yang
Maha Memberi Nikmat ternyata juga Maha Berterimakasih? Sungguh
keteladanan yang luar biasa telah ditampakkan oleh Allah SWT dalam suatu
peragaan yang nyata, bahkan telah diabadikan menjadi nama-Nya,
Asy-Syakuur.
Allah SWT selalu berterimakasih kepada hamba-Nya yang berbuat
kebaikan, sekecil apapun. Meski kebaikan manusia adalah untuk diri
mereka sendiri dan Allah sama sekali tidak mendapatkan imbalan apapun
dari kebaikan tersebut, Dia berterimakasih dengan cara memberikan
pahala yang berlipat ganda atas kebaikan tersebut.
Satu kebaikan, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya diumpamakan
seperti sebutir padi, lalu padi itu ditanam. Satu pohon padi bercabang
tujuh, masing-masing cabangnya menghasilkan seratus biji. Sungguh luar
biasa, satu kebaikan diganjar dengan tujuh ratus pahala. Siapa yang bisa
melipatgandakan kebaikan hingga 700 kali?
Tak cukup hanya dengan pahala, ternyata terimakasih Allah diwujudkan
dalam bentuk lain, berupa pujian yang berulang-ulang. Allah memuji
manusia yang berbuat baik sesuai dengan ketentuan-Nya dengan
menyebut-nyebut namanya, menyebut kebaikannya, dan mengumumkannya pada
seluruh penduduk bumi dan penghuni langit. Allah berseru pada seluruh
malaikat, catatlah si Fulan telah
melakukan satu kebaikan dan Aku mencintainya. Jika Allah telah mencintai seorang hamba, maka seluruh malaikatpun mencintainya.
melakukan satu kebaikan dan Aku mencintainya. Jika Allah telah mencintai seorang hamba, maka seluruh malaikatpun mencintainya.
Siapa yang menyebarkan nama baik kita? Siapa yang mengharumkan nama
kita? Sungguh jika diukur dengan sungguh-sungguh antara kebaikan yang
telah kita perbuat dengan pujian yang kita terima seringkali tidak
seimbang. Apalagi jika dibandingkan degan berbagai kesalahan yang pernah
kita perbuat sebelumnya. Kalau bukan karena terimakasih Allah, sungguh
kita adalah makhluk Allah yang hina, yang tak pantas menerima pujian
sedikitpun juga.
Bentuk lain dari terima kasih Allah atas kebaikan manusia adalah
dengan mengangkat derajatnya. Betapa banyaknya manusia yang berbekal
sedikit kebaikan, tapi Allah mengangkat derajatnya sehingga secara
otomatis mereka mendapatkan posisi yang baik, kedudukan yang terhormat,
dan status sosial yang tinggi. Jika dihitung-hitung, sungguh kebaikan
yang sedikit itu tidak ada artinya sama sekali. “Dan sebutan namamu Aku
populerkan.” (QS. Al-Insyirah: 4)
Jika Allah telah memberi teladan kepada kita tentang syukur,
bagaimana dengan kita? Pertama, kita harus bersyukur kepada Allah dengan
memuji nama-Nya: Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Segala pujian
sesungguhnya tak cukup kita berikan kepada Allah, sebab kebaikan Allah
melampaui segala bentuk pujian kita. Yang bisa memuji Allah dengan
sebenar-benar pujian adalah Allah sendiri, sedang pujian kita hanya
sekadar yang diajarkan-Nya kepada kita.
Tentu saja pujian saja tak cukup untuk mengungkapkan rasa
terimakasih, tanpa dibarengi ketaatan pada perintah dan larangan-Nya.
Segala nikmat, karunia, rizki, keutamaan, fasilitas, dan semua pemberian
Allah haruslah kita gunakan untuk amal kebaikan. Ketaatan adalah bukti
yang paling nyata dari rasa syukur kita kepada Allah swt. Seribu atau
sejuta pujian belum bisa menggambarkan kesyukuran tanpa adanya ketaatan.
Kedua, selain bersyukur kepada Allah kita harus berterimakasih kepada
manusia. Jika kita mendapatkan kebaikan dari orang lain, sekecil apapun
kebaikan itu, maka wajib bagi kita untuk mengucapkan terimakasih
kepadanya. Tak cukup hanya dengan ucapan terimakasih, kebaikan mereka
hendaknya kita balas dengan kebaikan yang lebih banyak, atau minimal
setara. Jika kita diberi hadiah sesuatu, maka wajib bagi kita membalas
hadiah tersebut dengan lebih banyak, atau mnimal sama nilainya.
Begitulah cara kita bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada manusia. (Hamim Thohari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar